BANGSAKU BINASA KARENA TIDAK MENGENAL ALLAH

Jumat, 05 Juni 2009 di 08.35

Refleksi dari Hosea 4

Pada tanggal 2 Mei 2009 salah seorang member di Kompas Forum memposting pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

Apa yang salah dengan bangsa kita,? Kenapa kita menjadi bangsa pembunuh? Kenapa kita jadi bangsa yang ingin berpecah belah? Kenapa kita jadi bangsa yang ingin memerdekakan diri sendiri? Kenapa kita jadi bangsa koruptor? Kenapa kita jadi bangsa pembunuh? Kenapa kita menjadi bangsa yg emosional? Kenapa kita menjadi bangsa yg tidak bisa bersabar? Kenapa kita menjadi bangsa yg tidak mau belajar? Kenapa kita tidak menjadi bangsa yg berbesar hati dgn perbedaan? Kenapa kita menjadi bangsa yg payah berunding? Kenapa kita kehilangan harga diri kita sendiri? Kenapa kita tidak bisa saling menghargai? Kenapa kita semua seperti kesetanan dgn demokrasi? Kenapa kita tidak menerima otoriter? Kenapa kita menerima demokrasi(demoCRAZY)? Kenapa kita GILA? Kenapa kita menjadi bangsa yg sarat dengan kepentingan pribadi? Kenapa kita mementingakan perut sendiri? Kenapa? Kenapa? Kenapa?

Sebenarnya sudah ada terlalu banyak teori dan pendapat yang coba dikemukakan oleh berbagai kalangan untuk menjawab pertanyaan apa yang salah dengan bangsa kita? Ada yang menyalahkan pemerintah, para koruptor, para penjajah, fundamentalisme agama, dan lain sebagainya. Siapakah yang sebenarnya patut untuk dipersalahkan?

Nabi Hosea juga hidup dalam satu kekacauan politik yang luar biasa. Dia mengalami pergantian raja sebanyak 6 kali selama masa 30 tahun (3 raja memerintah hanya selama 2 tahun atau kurang, 4 dibunuh dan yang terakhir ditangkap oleh kerajaan Asyur). Bisa kita bayangkan betapa luar biasa kacaunya bangsa itu. Tentu saja Allah tidak berdiam diri melihat semua kekacauan yang terjadi oleh sebab itu di dalam Hosea 4 kita dibawa kepada suatu pengadilan ilahi yang dasyat.

Di dalam pengadilan ilahi itu Israel menjadi terdakwa sedangkan Allah bertindak sebagai hakim sekaligus jaksa penuntut. Di sana Allah memaparkan dengan gamblang apa yang menjadi kesalahan dari bangsa itu. Dikatakan bahwa Tuhan memiliki perkara dengan penduduk negeri karena disana tidak ada kesetiaan, tidak ada kasih, tidak ada pengenalan akan Allah. Yang ada hanya berbagai macam kejahatan seperti mengutuk, berbohong, membunuh, mencuri, berzinah dan penumpahan darah (ay. 1-2). Bukankah apa yang dipaparkan disini juga merupakan gambaran tentang apa yang sedang terjadi di negara kita? Bisakah kita membayangkan bahwa kita juga lah yang sebenarnya duduk di kursi terdakwa dan mendengar semua dakwaan yang Allah sampaikan di dalam pengadilan ilahiNya?

Karena kesalahan Isarel berat, maka Tuhan sebagai Hakim yang adil menjatuhkan keputusan pengadilan yang menyatakan bahwa bangsa itu akan mengalami penghukuman berat. Disebutkan dalam ayat 3 bahwa malapetaka akan menimpa Israel, sebab itu negeri ini akan berkabung, dan seluruh penduduknya akan merana; juga binatang-binatang di padang dan burung-burung di udara, bahkan ikan-ikan di laut akan mati lenyap (ay. 3). Inilah yang disebut dengan hukuman total, semua unsur merasakan murka Allah manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Bukankah hukuman yang sama sekarang ini sedang kita rasakan di Indonesia? Bangsa kita merana karena berbagai krisis yang kita rasakan di segala aspek, termasuk juga bencana alam yang bertubi-tubi terjadi. Apakah itu semua merupakan bagian dari hukumam yang Tuhan telah putuskan di pengadilan ilahiNya karena kebobrokan dari dosa bangsa kita?

Yang menarik adalah ketika kita gereja dan umat Tuhan saling menuduh dan mencari kambing hitam atas apa yang sedang terjadi, Kitab Hosea memberikan prespektif yang sama sekali berbeda. Tuhan berbicara kepada bangsa Israel untuk tidak saling menyalahkan atau saling menuduh karena semua tuntutan itu ternyata ditujukan kepada para imam dan nabi. Kepada kedua pemimpin agama itulah hukuman yang lebih spesifik dinyatakan, Hanya janganlah ada orang mengadu, dan janganlah ada orang menegor, sebab terhadap engkaulah pengaduan-Ku itu, hai imam! Engkau akan tergelincir jatuh pada siang hari, juga nabi akan tergelincir jatuh bersama-sama engkau pada malam hari; dan Aku akan membinasakan ibumu (ay 4-5).

Apa sebenarnya yang terjadi dengan para imam dan nabi? Kesalahan apa yang mereka lakukan sehingga segala kejahatan yang terjadi di Israel menjadi tanggung jawab mereka? Ayat 6 mengatakan, “UmatKu binasa karena tidak mengenal Allah, karena engkaulah yang menolak pengenalan itu”. Inilah yang menjadi inti dari segala macam permasalahan yang terjadi di Israel. Bangsa itu menjadi bangsa yang tidak mengenal Allah. Karena tidak adanya pengenalan akan Allah, mereka menjadi bangsa yang melawan Allah. Dan yang paling bertanggung jawab dengan tidak adanya pengenalan akan Allah ini tentu saja adalah para pemimpin agama yang seharusnya mengajarkan semuanya itu kepada umat. Namun ironis di dalam ayat ini Tuhan berkata bahwa justru para imamlah yang menolak pengenalan itu. Lebih para lagi para imam tidak hanya menolak pengenalan akan Allah tetapi mereka juga “mendapatkan rejeki dari UmatKu dan mengharapkan umatKu berbuat salah” (ay. 8).

Orang pasti berharap, atau paling tidak menganggap bahwa bahwa para imam adalah orang-orang yang membenci dosa, akan tetapi kenyataannya tidak demikian. Bagaimana mungkin seorang imam mendapatkan rejeki dari dosa umat? Dalam ayat ini Hosea berbicara tentang korban yang diberikan untuk menebus kesalahan. Kita sudah tentu mengetahui bahwa korban tersebut adalah binatang yang memang setelah dipersembahkan sudah seharusnya diberikan kepada imam untuk makanan mereka. Para imam ternyata mengharapkan umat untuk terus berbuat dosa supaya korban yang mereka berikan semakin banyak dan itu akan menguntungkan bagi para imam. Mereka tidak lagi peduli akan tugas dan tanggung jawab mereka sebagai imam, sebaliknya para imam tersebut hanya memikirkan kepentingan untuk memperkaya diri sendiri. Seorang imam yang sejati seharusnya lebih memilih sedikit makanan di mejanya dari pada banyaknya daging yang dikorbankan karena itu berarti semakin banyak korban semakin banyak dosa umat. Mari kita bandingkan para imam di PL dengan iman tertinggi Yesus Kristus. Yesus mati karena dosa, para imam makan dari dosa. Yesus menangis karena dosa, para imam bersukacita karena dosa. Yesus menanggung akibat dosa, para imam justru berpartisipasi di dalam melakukan dosa.

Yang lebih mengerikan lagi di dalam ayat 7 Tuhan berfirman, “Makin bertambah banyak mereka, makin berdosa mereka kepada-Ku, kemuliaan mereka akan Kutukar dengan kehinaan.” Suatu paradoks yang perlu untuk dipikirkan dengan serius. Semakin bertambah banyak imam semakin bertambah banyak dosa. Apakah fakta ini relevan dengan apa yang terjadi di negara kita? Beranikah kita katakan bahwa semakin banyak pendeta di Indonesia semakin banyak dosa? Atau karena pada dasarnya semua orang percaya adalah imam (imamat yang rajani: 1 Petrus 2:9) beranikah kita berkata bahwa semakin banyak orang Kristen di Indonesia, dosa juga menjadi semakin banyak?

Sudah tentu sekarang tidak ada korban bakaran yang bisa kita makan, akan tetapi yang menjadi inti asal mula dosa para imam adalah kerakusan mereka terhadap materi dan keinginan untuk menyenangkan diri sendiri sehingga melupakan tugas utama mereka dalam mengajarkan pengenalan akan Allah. Hari ini tidak ada lagi korban bakaran yang membuat kita lari dari tugas kita sebagai imam, akan tetapi ada banyak bahaya dan godaan lainnya yang dapat membuat kita melalaikan tugas utama gereja Tuhan dalam panggilan-Nya. Salah siapakah apabila umat tidak lagi mengenal Allah-Nya? Salah sapakah apabila umat tidak lagi peka terhadap dosa? Salah siapakah apabila Tuhan murka karena tidak menemukan pengenalan akan Allah di negeri kita?

Berdasarkan apa yang dipaparkan dalam Hosea ini, sudah saatnya bagi kita untuk tidak menuding orang lain atas apa yang terjadi di negara kita, sebaliknya ini adalah saat yang tepat bagi semua orang percaya untuk mengevaluasi diri, jangan-jangan apa yang terjadi di Indonesia ini merupakan wujud dari murka Allah terhadap kita yang telah menolak pengenalan akan Tuhan, dan lalai untuk mengajarkannya.

Mari kita kerjakan tugas panggilan kita dengan hati yang takut akan Tuhan supaya pada hari kita bertemu Tuhan nanti bukan perkataan, “karena engkau menolak pengenalan itu maka Aku menolak engkau menjadi hamba-Ku” melainkan “Baik sekali perbuatanmu itu hai, hamba-Ku yang baik dan setia. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. Amin.

0 komentar

Posting Komentar

DWI MARIA | Powered by Blogger | Entries (RSS) | Comments (RSS) | Designed by MB Web Design | XML Coded By Cahayabiru.com