Orang Kristen seringkali gagal untuk melihat kaitan yang sangat erat antara teologi dan ekonomi. Ekonomi seringkali dipandang hanya sebagai masalah duniawi yang terpisah dari teologi. Namun sebenarnya keduanya tidak dapat dipisahkan, karena Alkitab sendiri sejak semula telah membicarakan keduanya sebagai satu kesatuan. Keduanya bergumul dengan sistem yang luas mengenai pertukaran, transfer, subtitusi, dan alat-alat produksi. Ekonomi tidak hanya tercermin dari cerita-cerita para patriakh dan gembala yang ada di kitab Taurat, tetapi setiap bagian Firman mengandung makna ekonomis yang penting untuk diperhatikan.
Apabila kita perhatikan, sebenarnya seluruh cerita Alkitab adalah cerita ekonomi, yang memberikan prinsip-prinsip dasar perekonomian. Cerita tentang Tuhan dan hubungannya dengan dunia adalah sebuah cerita ekonomi yang didalamnya terdapat sistem produksi dan sirkulasi dari barang-barang. Dimulai dari Tuhan yang memproduksi ciptaan-Nya dan memberikan hidup-Nya sendiri sebagai barang yang paling berharga untuk menebus ciptaan-Nya. Kisah yang dimulai dari penciptaan sampai kepada penebusan mengandung makna ekonomis yang sangat tinggi.
Bagian Firman Tuhan paling jelas tentang sistem perekonomian yang berbasiskan anugerah adalah sistem perekonomian hari Sabat. Sistem perekonomian tersebut secara khusus diberikan sebagai solusi perekonomian bangsa Israel yang sangat terkait dengan sistem perbudakan dan hutang piutang. Teologi anugerah sudah pasti sangat terlihat di dalam praktek perekonomian sabat. Namun sayangnya kaum Injili tidak berani mengembangkan pemikiran tersebut karena sistem berteologi kita sudah terjebak dalam kapitaslisme modern dan takut untuk mengembangkan pemikiran ekonomi yang kelihatannya dekat dengan komunisme dan sosialisme.
Alasan lain mengapa sistem perekonomian hari Sabat tidak dipikirkan dengan serius adalah karena anggapan bahwa model perekonomian semacam itu sifatnya hanya utopia yang tidak akan pernah dapat diwujudkan di dunia. Hal ini didukung oleh banyaknya bukti bahwa bangsa Israel sendiri pun melanggar perintah Tuhan tentang peraturan hari Sabat dan hari raya tahun Yobel.
Sedangkan kaum pedagang menolak mentah-mentah sistem perekonomian ini karena untung ruginya tidak dapat diukur dengan standar dunia yang berlaku dan tidak dapat dijabarkan dengan menggunakan peraturan-peraturan ekonomi yang ada.
Pada dasarnya Kekristenan memiliki potensial untuk menawarkan sebuah visi perekonomian yang sangat berbeda dengan sistem perekonomian saat ini yang tidak manusiawi, sebuah langkah praktis yang telah ada sejak jaman perjanjian Allah. Sebuah bentuk sistem perekonomian yang dibentuk oleh Allah sendiri berdasarkan anugerah-Nya. Sebuah sistem perekonomian yang stabil dan dapat diterapkan untuk sepanjang jaman. Perekonomian yang memiliki sifat kekal dan semua yang termasuk di dalamnya sudah pasti akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Sistem perekomian yang tidak dapat digagalkan oleh resesi ataupun inflasi. Sistem ekonomi yang juga diterapkan oleh Yesus. Sistem perekonomian anugerah.
Ini adalah hukum perekonomian berbasis anugerah yang Allah terapkan. Seperti yang telah Yesus sendiri teladankan. Hidup-Nya adalah hidup yang memberi. Dia memberikan hidup-Nya bagi kita dan kita harus memberikan hati kita untuk dapat memperoleh kehidupan yang kekal. Sudah pasti secara matematis prinsip ini tidak akan masuk dalam perhitungan profit yang diharapkan oleh manusia, namun Allah memiliki perhitungan matematisnya sendiri. Dia yang memberi akan menerima. Ada banyak contoh di dalam Alkitab membuktikan hal ini. Anak kecil yang memberikan lima roti dan dua ikan menyaksikan mujizat Allah yang menggandakan sesuatu yang tidak seberapa itu untuk bisa menjadi berkat bagi lebih dari 5000 orang dan bahkan sisa 12 keranjang.
Yesus dengan jelas mengatakan, “Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu."(Lukas 6:38). Paulus juga mengatakan bahwa, “Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.” (1 Kor. 9:6-7).
Prinsip ekonomi dunia mengajarkan kepada kita agar memberi sedikit mungkin untuk mendapatkan hasil sebanyak mungkin. Namun cara investasi yang sangat berbeda Tuhan ajarkan bagi orang percaya. Pemberian kita kepada Tuhan dan sesama kita tidak akan sia-sia dan itu merupakan investasi kita yang tidak hanya akan kita terima di dalam kekekalan melainkan juga sekarang dan hari ini seperti yang Yesus katakan tentang harga untuk mengikut Dia, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya, orang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal.” (Mark 10:29-30).
Prinsip yang sama juga banyak kita temukan dalam Perjanjian Lama, Amsal 3:9-10 mengatakan, “Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya.” Demikian juga Maleakhi 3:10, “Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.”
Sudah jelas bahwa Allah memiliki rencana dan sistem perekonomian yang sangat menguntungkan bagi siapa saja yang mau menginvestasikan hidup dan hartanya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar